Sunday, October 19, 2008

MENYIASATI KESIBUKAN


Telah lama saya tidak memposting artikel – artikel baru mengenai pendidikan di blog ini. Saya terlalu sibuk, setidaknya itu alasan yang saya ajukan pada diri saya sendiri. Beban – beban pekerjaan begitu menumpuk saat ini. Lalu sebentar lagi saya akan pindah rumah. Banyak waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan berbagai hal yang harus dikerjakan dan harus segera terpenuhi. Maka, blog saya ini pun terbengkalai.
Suatu saat saya berbagi dengan teman tentang kesibukan yang tiada henti ini. Saya katakan; kapan waktunya bagi saya mendapatkan waktu luang untuk bisa membaca buku seperti saat muda dulu? Kapan saya mendapat cukup waktu untuk dapat menulis artikel – artikel, buku – buku ringan, atau catatan harian?
Beberapa teman mengatakan bahwa memang begitulah yang dialami oleh semua orang. Pada saat muda banyak waktu terluang. Tapi saat beranjak dewasa, sudah berkeluarga; beristri – beranak, waktu banyak tersedot ke urusan – urusan mencari nafkah dan mendidik serta menjaga anak – anak. Wajar jika kita tidak bisa mengerjakan hal – hal seperti saat kita muda dulu.
Benarkah ini sebuah fase yang harus dilalui oleh setiap orang? Semua sudah ditentukan seperti itu jadi tidak perlu disesalkan?
Saya hampir – hampir menerima pendapat itu, sampai seorang teman guru mengatakan kepada saya bahwa sebenarnya kita banyak memiliki waktu luang yang bisa kita manfaatkan untuk mengerjakan berbagai hal yang berguna. Hanya sayang, kata beliau, kita seringkali kurang pintar untuk mengatur waktu – waktu luang itu sehingga dapat termanfaatkan dengan baik.
Beliau lalu menceritakan kisah tentang tokoh – tokoh besar jaman lalu yang membekaskan namanya dalam sejarah sebagai orang dengan kemampuan berbuat yang luar biasa. Bermanfaat bahkan untuk orang – orang di masa kini. Saya mengangguk – angguk membenarkan. Memang tidak salah.
Lalu mengapa orang – orang besar pada waktu dahulu mampu berbuat hal – hal besar namun kita tidak? Padahal fasilitas masa lalu dan masa kini jauh berbeda. Jaman dahulu belum ada listrik, belum ada kendaraan yang cepat, buku – buku masih minim, banyak dari para ilmuwan jaman dahulu yang harus berjalan kaki berbulan – bulan untuk dapat menemui seorang guru mumpuni di bidangnya untuk dapat belajar kepadanya. Namun mereka mampu mengarang beratus – ratus jilid buku, meletakkan pondasi bagi ilmu – ilmu modern. Mengapa? Tanya saya.
Karena fasilitas yang kita nikmati sekarang, merupakan berkah sekaligus kutukan bagi kita, jawab beliau. Fasilitas tidak membantu kita namun malah membuat kita terlena dan malas untuk bekerja keras. Malas – malasan merupakan satu hal yang menumpulkan potensi manusia.
Setelah itu saya merenungkan perkataan teman guru itu. Saya mengingat – ingat apa yang saya lakukan dalam sehari yang saya sebut sebagai hari – hari penuh kesibukan itu. Setelah saya timbang – timbang, ternyata banyak waktu luang yang saya miliki. Dan yang sebenarnya adalah; saya belum sesibuk itu.
Saya mengajar maksimal sampai jam setengah satu siang. Setelah itu saya pulang. Sampai di rumah, sembari makan siang, saya masih bisa membaca – baca buku. Bahkan setelah makan siang pun, sembari menjaga anak – anak saya bermain, saya masih punya beberapa saat untuk membaca sampai waktu ashar.
Setelah ashar, setelah anak – anak saya mandi dan biasanya mereka makan sore bersama ibu mereka, saya bisa menulis barang satu dua paragraf. Selepas maghrib, saya masih punya waktu untuk mengajari anak – anak saya membaca Al Qur’an dan membaca huruf latin. Setelah isya’, setelah anak – anak saya tidur, saya masih bisa membaca buku ataupun meneruskan menulis. Masih banyak waktu hingga saatnya saya benar – benar tidak dapat membuka mata karena mengantuk.
Ternyata banyak waktu saya terbuang percuma hanya untuk menonton televisi, duduk – duduk dan mengobrolkan hal – hal tak penting dan dengan bodohnya mengatakan bahwa saya sangat sibuk.